LEBIH DEKAT DENGAN KAMI DI -FB:Majalah SuryaMedia dan TWITTER: @SuryaMediacom-

SURYA MEDIA

10/09/15

Nikmati Malam Romantis Bersama Rama Shinta Garden Resto



             Sebuah catatan pendek referensi liburan keluarga bagi Anda. Berlokasi di Taman Wisata Candi Prambanan, tepatnya di wilayah Pertunjukan Ramayana Ballet. Penyajian menarik dan unique khas Indonesia khususnya Jawa tersaji kental di Rama Shinta Garden Resto. Sajian masakan asli Indonesia, dan varian yang beraneka ragam dapat kita temukan disini. Seperti Gudeg Yogya, tempe tahu goreng, sate, olahan daging dan masih banyak lagi.
Tak hanya untuk breakfast, lunch atau dinner Rama Shinta Garden Resto juga melayani bila hanya sekadar menikmati teh hangat, minum kopi, aneka juice, juga makanan ringan. Selain untuk pertemuan biasa, Rama Shinta Garden Resto juga melayani pemesanan paket wedding, ulang tahun, atau perayaan lain sejenisnya. Untuk menu seperti keinginan bisa pesan terlebih dahulu, dan semua tersaji unik dan hangat. Alunan musik Jawa juga menjadi pengiring ketika wisatawan menyantap sajian.
Untuk jenis menu yang tersaji semua diolah oleh tangan-tangan ahli di bidang tata boga, jadi apa yang disuguhkan pada para pengunjung semua termasuk menu spesial. Tergantung pengunjung mau pesan jenis apa yang menjadi seleranya, dijamin rasa tidak akan membuat kecewa.
Sambil menikmati makanan yang tersaji anda dapat bersantai di alam terbuka yang sejuk ditunjang bangunan gazebo paduan arsitektur kuno serta moderen berlatar belakang bangunan Candi Prambanan yang megah dan menju-lang tinggi ke langit, terasa kita terbawa pada situasi masa lampau penuh ketenangan.
Interior restaurant paduan masa lampau dan modern, dengan meja kayu yang terbungkus kain putih berhiaskan patung-patung kecil serta vas bunga yang melihatan sederhana, menambah keunikan restaurant ini. Maka tidak heran kalau selalu dipadati pengunjung ataupun wisatawan domestik maupun wisatawan asing. Setelah lelah dan lapar sehabis mengelilingi komplek candi Prambanan ataupun menonton pertunjukan tari kolosal Ramayana Ballet memang pas untuk singgah dulu di restaurant ini.
Selain penyajian menu makanan dan minuman di restouran yang dibangun dengan konsep open restaurant ini, anda juga dapat berbincang-bincang dengan pengelola restaurant maupun pengelola taman wisata tentang sejarah candi Prambanan atau juga sejarah pertunjukan tari kolosal Ramayanan Ballet. Untuk kenyamanan pengunjung Rama Shinta Garden Resto dilengkapi tempat parkir yang sangat luas dan aman, karena terletak di dalam komplek Ramayana Ballet, Phone 0274-496178, 496408 (yub)

Uji Adrenalin di Atas Kahyangan bersama Umbul Sidomukti



Lokawisata yang terletak di Desa Sidomukti, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang memang membuat siapapun yang ada di sana betah. Konsep REAL alias Recreation (hiburan), Education (pendidikan), Adventure (petualangan) dan Leisure (pengisian waktu senggang), benar-benar terasa. Selain itu pemandangan alamnya masih alami dan udara fresh.  Umbul Sidomukti menawarkan berbagai fasilitas. Mulai dari taman renang alam, adrenalin games, pondok lesehan serta camping ground.  Kolam renang alam Umbul Sidomukti tergolong unik. Posisinya di kaki Gunung Ungaran, persis di tepi jurang dan lembah, membuat wisawatan seakan berada di puncak kahyangan.
Permainan petualangannya tak kalah seru. Sebut saja flying fox, marine brigde, river up trakking,  rapelling dan ATV arena. Dijamin, tak hanya keringat yang keluar. Adrenalin pasti terpacu. Dimulai dari flying fox. Ini benar-benar menantang. Bayangkan menyeberangi lembah sedalam 70 meter sepanjang 110 meter dengan sling baja. Detik–detik mendebarkan itu pun terasa saat meluncur. Begitu mendarat, lega rasanya.

“Semua arena olahraga petualangan di sini sudah menggunakan peranti safety standar.  Jadi keamanan setiap permainan terjamin dan diawasi oleh instruktur,” ujar Widodo salah satu intrukstur di Ra’Gentar yang ada di Umbul Sidomukti.
Setelah flying fox, dilanjutkan marine bridge. Ini merupakan game paling berat. Setiap yang mencoba game ini harus berjalan diatas jaring dengan panjang lintasan 50 meter dan tinggi 30 meter. Deg-degan pasti, karena jurang sedalam lebih dari 50 meter menganga di bawah. Sekilas tampak mudah melakukannya. Namun bila tidak berpijak dengan tepat, terperosok dan terombang ambing di atas jaring.
Setelah mengadu keseimbangan berjalan di atas jaring, dilanjutkan river up trekking. Di sini wisatawan diajak berjalan menelusuri indahnya alam yang masih terjaga sejauh lima kilometer di kaki Gunung Ungaran. Dari hutan pinus, hutan tropis, lembah yang dalam, gigir curam dan menerusi air terjun di cekunganya. Bahkan bisa mendaki air terjun setinggi tujuh meter. “Benar–benar petualangan yang sangat mengasyikan,” ujar Aris Martoko, salah satu pengunjung.
Selain flying fox, marine bridge dan trekking, masih ada adrenalin games yang lain yaitu rapelling dan ATV arena. Obyek wisata yang diresmikan 2 Agustus 2007 ini juga menyediakan penginapan. Kalau pengen lebih alami, ada camping ground di salah satu sudut Umbul Sidomukti yang ada di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut. (*)

08/09/15

Merapi dalam Catatan Sejarah



                                    Antara Pesona, Budaya dan Bahaya




TAHUN 2010, Gunung Merapi menebarkan trauma dan ketakutan yang luar biasa. Hal ini tentu sangat wajar mengingat bahaya yang ditimbulkan juga tidak sedikit. Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana sejarah Gunung Merapi itu sendiri? Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral memberikan catatan terkait sejarah geologi Gunung Merapi.

Dalam catatannya sesuai hasil penelitian stratigrafi menunjukkan sejarah terbentuknya Merapi sangat kompleks. Setidaknya Wirakusumah tahun 1989 membagi Geologi Merapi menjadi dua kelompok besar yaitu Merapi Muda dan Merapi Tua. Penelitian selanjutnya Berthommier tahun 1990 menemukan unit-unit stratigrafi di Merapi yang semakin detil. Menurut berdasarkan studi stratigrafi, sejarah Merapi dapat dibagi atas empat bagian, yakni:

Pertama, Pra Merapi (sekitar 400.000 tahun lalu). Pada masa ini, disebut sebagai Gunung Bibi dengan magma andesit-basaltik berumur sekitar 700.000 tahun terletak di lereng timur Merapi termasuk Kabupaten Boyolali. Batuan gunung Bibi bersifat andesit-basaltik namun tidak mengandung orthopyroxen. Puncak Bibi mempunyai ketinggian sekitar 2050 m di atas muka laut dengan jarak datar antara puncak Bibi dan puncak Merapi sekarang sekitar 2.5 km. Karena umurnya yang sangat tua Gunung Bibi mengalami alterasi yang kuat sehingga contoh batuan segar sulit ditemukan.

Kedua, Merapi Tua (60.000 - 8000 tahun lalu). Pada masa ini mulai lahir yang dikenal sebagai Gunung Merapi yang merupakan fase awal dari pembentukannya dengan kerucut belum sempurna. Ekstrusi awalnya berupa lava basaltik yang membentuk Gunung Turgo dan Plawangan berumur sekitar 40.000 tahun. Produk aktivitasnya terdiri dari batuan dengan komposisi andesit basaltic dari awanpanas, breksiasi lava dan lahar.

Ketiga, Merapi Pertengahan (8000 - 2000 tahun lalu). Pada masa ini terjadi beberapa lelehan lava andesitik yang menyusun bukit Batulawang dan Gajahmungkur, yang saat ini nampak di lereng utara Merapi. Batuannya terdiri dari aliran lava, breksiasi lava dan awan panas. Aktivitas Merapi dicirikan dengan letusan efusif (lelehan) dan eksplosif. Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif dengan "de¬bris-avalanche" ke arah barat yang meninggalkan morfologi tapal-kuda dengan panjang 7 km, lebar 1-2 km dengan beberapa bukit di lereng barat. Pada periode ini terbentuk Kawah Pasarbubar.

Dan keempat, Merapi Baru (2000 tahun lalu - sekarang). Masa ini, dalam kawah Pasarbubar terbentuk kerucut puncak Merapi yang saat ini disebut sebagai Gunung Anyar yang saat ini menjadi pusat aktivitas Merapi. Batuan dasar dari Merapi diperkirakan berumur Merapi Tua. Sedangkan Merapi yang sekarang ini berumur sekitar 2000 tahun.

 Letusan besar dari Merapi terjadi di masa lalu yang dalam sebaran materialnya telah menutupi Candi Sambisari yang terletak ± 23 km selatan dari Merapi. Studi stratigrafi yang dilakukan oleh Andreastuti (1999) telah menunjukkan bahwa beberapa letusan besar, dengan indek letusan (VEI) sekitar 4, tipe Plinian, telah terjadi di masa lalu.

Letusan besar terakhir dengan sebaran yang cukup luas menghasilkan Selokopo tephra yang terjadi sekitar sekitar 500 tahun yang lalu. Erupsi eksplosif yang lebih kecil teramati diperkirakan 250 tahun lalu yang menghasilkan Pasarbubar tephra. Skema penampang sejarah geologi Merapi menurut Berthommier.(yon/*)


Museum Dirgantara Mandala Jogjakarta


Refreshing, Sekaligus Rasakan Aroma Nasionalisme


Jogjakarta tidak hanya memiliki obyek wisata alam dan budaya yang memesona. Wisata edukasi dan sejarahnya pun tak bisa disepelekan. Nggak percaya ? Tengok saja Museum Dirgantara Mandala Jogjakarta. Di tempat ini, rangkaian peran sejarah perang kemerdekaan hingga perjalanan tentara matra udara republik ini terangkum.
Biasanya, museum adalah tempat wisata paling tidak menarik bagi banyak orang. Tempatnya monoton, kadang kurang terawat dan terkesan membosankan. Belum lagi, tidak ada pemandangan yang menyejukkan di museum. Namun, segera hilangkan kesan itu ketika mengunjungi Museum Dirgantara Mandala di Jogjakarta. Dijamin deh, bakalan betah di museum ini. Terlebih, jika mengajak anak-anak usai TK hingga SMP. Mereka bisa jadi enggan diajak pulang karena bisa langsung melihat pesawat-pesawat terbang milik TNI AU yang sudah tak lagi digunakan.
Museum ini terletak di ujung utara Kabupaten Bantul berbatasan dengan Kabupaten Sleman. Tepatnya di Komplek Pangkalan Udara (Lanud) TNI-AU Adisucipto Jogjakarta. Kalau dari arah Kota Surakarta, setelah sampai di pertigaan Janti, belok ke kiri. Mulut masuk museum tersebut ada di sisi kiri jalan dari arah utara, tepat setelah fly over Janti persis di turunan. Terpampang tulisan besar nama museum di tempat ini, sehingga memudahkan pengunjung.
Dari pos penjagaan POM TNI AU, jalan masuk ke museum tidak terlalu jauh. Kalaupun harus jalan kaki, tidak akan membuat capek atau napas terengah. Lumayan lah untuk olahraga. Nah, begitu sampai di ruang utama, pemandangan sudah sangat mengasyikkan. Hamparan rumput hijau di depan museum, dipadu dengan pepohonan besar rindang. Hawa terasa sejuk meski berada tak jauh dari pusat kota Jogjakarta. Sesekali, suasana museum dipecahkan oleh suara berbagai jenis pesawat komersial yang akan take off maupun landing di Bandara Adisucipto.
 “Iya, ini sedang mengantar anak. Katanya museum ini bagus. Ternyata memang betul. Di depan museum, pemandangannya oke. Ada beberapa pesawat yang dipajang. Jadi menambah keasyikan tersendiri. Bagi anak-anak bagus. Bisa wisata sekaligus belajar sejarah,” ujar Indah Dwi Andika, seorang ibu warga Purworejo yang datang bersama dua anaknya.
Museum Dirgantara Mandala ini banyak menampilkan sejarah kedirgantaraan bangsa Indonesia serta sejarah perkembangan angkatan udara RI pada khususnya. Selain terdapat diorama juga terdapat bermacam-macam jenis pesawat yang dipergunakan pada masa perjuangan. Beberapa model dari pesawat tersebut adalah milik tentara Jepang yang digunakan oleh Angkatan Udara Indonesia (AURI), saat kemerdekaan.
Begitu masuk ke museum, berbagai jenis pesawat menyambut dan memberi pandangan dan kesan luar biasa. Di dalam ruangan ini, pesawat-pesawat yang dipakai untuk perang kemerdekaan hingga mempertahankan kedaulatan RI di udara dipamerkan. Mulai dari Zero, C-47 Dakota, P-51 Mustang, F-86 Sabre hingga sederet pesawat buatan Rusia dari jenis Mig dipamerkan. Lengkap dengan nama pesawat, jenis, tahun pembuatan dan negara produsennya. Kondisinya, meski jelas sudah tidak bisa terbang, masih terbilang bagus. Bahkan ada juga helikopter pertama produksi Indonesia yang pernah dinaiki oleh first lady Fatmawati, istri Presiden RI pertama Ir Soekarno.
Di sisi lain museum, ditempati berbagai alutsista (alat utama sistem senjata) milik TNI AU. Beberapa di antaranya adalah rudal antipesawat, senjata PSU (penangkis serangan udara) dan beberapa senapan yang dipakai oleh pasukan Indonesia yang melawan Belanda waktu itu. Beberapa pesawat, dirancang bisa dinaiki oleh pengungjung. Tentu saja secara statis, tidak diterbangkan. Jadi siapapun bisa langsung tahu keadaan di dalam pesawat, dan teknologi yang sudah ada saat itu.
“Hebat ya negara ini. Pada zaman perang kemerdekaan sudah punya dan bisa mendidik kadet penerbang. Bahkan, bisa menyerang Belanda di Semarang dan Ambarawa dengan pesawat. Meski bukan pesawat baru saat itu, itu sudah sangat membanggakan,” kata Andri Hutama, warga Magelang yang juga berkunjung ke Museum Dirgantara Mandala Jogjakarta bersama keluarganya.
Museum ini pun banyak menceritakan sejarah keterlibatan TNI AU untuk menegakkan Merah Putih. Mulai dari sejarah Agresi Militer Belanda II yang menyerangkan Lanud Adisucipto (waktu itu masih bernama Maguwo). Di sekuel ini, dalam sebuah diorama diceritakan bagaimana perjuangan penghabisan para anggota Pasukan Pertahanan Pangkalan Udara Maguwo. Di sisi ini, museum menyimpang potongan C-47 VTCLA yang ditumpangi para perwira TNI AU, Adisucito, Adisumarmo dan Abdulrahman Saleh. Pesawat itu jatuh karena ditembak Belanda dan para perwira ini gugur. Selain kisah ini, masih banyak diorama lain di museum. Oh ya, jangan lupa. Di dalam museum, pengunjung terutama anak-anak, bisa menyewa baju pilot dan berfoto di dalam museum.
Di halaman museum, ada beberapa koleksi pesawat legendaris milik TNI AU yang dipajang. Di antaranya, A-4 Skyhawk dan PBY Catalina. Yang disebut terakhir ini adalah pesawat amphibi yang bisa take off maupun landing dari air. Kemudian, di satu sudut halaman museum, terdapat  sebuah alut sista buatan bekas Uni Sovyet. Nama pesawatnya TU-16. Indonesia pernah memiliki belasan dengan beberapa tipe jenis pesawat yang dijuluki Badger oleh Amerika itu. Salah satunya yang terkenal adalah TU-16 KS. Karena kekuatan deterrence pesawat inilah, Belanda angkat kaki dari Papua, sehingga Trikora berakhir dan Pulau Cenderawasih itu kembali ke pangkuan RI.
“Setelah ke museum ini, saya baru sadar kalau negara kita pernah memiliki kekuatan luar biasa di Asia,” ujar Sukamto, pengunjung museum. Ya, jadi kalau berkunjung ke Museum Dirgantara Mandala Jogjakarta, tak hanya hati dan pikiran yang fresh. Di dada kita, nasionalisme bakal semakin kuat tertanam. (Ayub/*)





Obyek wisata Rawa Jombor

Wisata Alam, Kuliner Hingga Spiritual



Obyek wisata Rawa Jombor di Desa Krakitan, Kecamatan Bayat, Klaten, tidak hanya terkenal dengan rawanya yang indah. Lokasi wisata yang berada sekitar delapan kilometer di tenggara Kota Klaten ini, menawarkan suguhan baru. Pemancingan di atas rawa. Obyek wisata kuliner ini terkenal dengan nama warung apung. Disebut begitu, karena untuk sampai di tempat makan itu, wisatawan harus menyeberang dengan rakit bambu.


“Eksotis, ada semacam sensasi tersendiri ketika naik rakit ke warung apung. Saya sekeluarga baru pertama kali ke sini. Masakannya juga tergolong enak dinikmati,” ujar Agus Setiawan, warga Sleman, DI Jogjakarta di Rawa Jombor.


Meski matahari terasa cukup panas, traveling ke Rawa Jombor cukup dinikmati. Ketika menikmati menu di warung apung, suguhan pemandangan alam cukup indah. Di selatan rawa, tegak berdiri jajaran Pegunungan Seribu, seolah membentengi rawa. Semilir angin, lumayan membantu mengatasi teriknya matahari.


Selain sebagai obyek wisata, Rawa Jombor dipakai pula untuk irigasi. Rawa berkedalaman 4,5 meter ini, mampu menampung air hingga 4 juta meter kubik. Luas kawasannya mencapai 198 hektare. So, usai menikmati masakan ikan air tawar di warung apung, wisatawan dapat mencoba menyusuri rawa dengan perahu motor.


Cukup hanya dengan membayar Rp 5.000, pengunjung bisa berkeliling rawa yang panjang tepiannya mencapai total 7,5 kilometer. Cuaca akhir pekan lalu memang panas. Tetapi, angin dari selatan rawa dan pemandangan indah serta riak air mengalahkan hawa panas itu.


Obyek Wisata Rawa Jombor tidak hanya memiiki warung apung dan rawa saja. Di satu komplek wisata itu, masih ada empat obyek lain yang berdekatan. Tentu, bisa dikunjungi dalam satu kesempatan karena tidak butuh waktu lama mencapai obyek tersebut.


Keempat tempat wisata itu adalah Sendang Bulus Jimbung, Bukit Sidogura, Gua Kendil dan Gua Payung serta Rumah Minangkabau. Dari keempat obyek itu, paling fenomenal adalah Sendang Bulus Jimbung. Kura-kura (bulus) yang hidup di sendang dipercaya oleh orang-orang tertentu dapat membawa berkah. Nah, selain wisatawan biasa, ada pula pengunjung spiritualis yang datang khusus untuk ngalap berkah.


“Setiap hari tertentu, sendang ini dikunjungi orang yang ingin meraih keinginannya. Macam-macam keinginan itu,” ujar Sutarno, warga Desa Jimbung, Kecamatan Kalikotes.


Setiap tahun, tujuh hari setelah lebaran hari pertama, Obyek Wisata Rawa Jombor selalu dipenuhi wisatawan lokal. Hari itu, masyarakat setempat dan Pemkab Klaten menggelar sebuah tradisi Syawalan. Didahului kirab dari Sendang Bulus Jimbung dan diakhiri dengan rebutan ketupat di puncak Bukit Sidogura.

R Ng Ronggowarsito

Dari Seorang Jurnalis Hingga dimusuhi Belanda

ewuhaya ing pambudi, melu ngedan nora tahan, yen tan melu anglakoni, boya keduman melik, kaliren wekasanipun, ndidalah kersa Allah, begja-begjaning kang lali, luwih begja kang eling klawan waspada
Syair itu terpahat dalam prasasti yang ada di Makam Raden Ngabehi Ronggowarsito. Makam bersejarah itu yang terletak Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten. Jika diterjemahkan secara tematis syair itu bermakna menyaksikan zaman gila, serba susah dalam bertindak, ikut gila tidak tahan, tapi kalau tidak mengikuti (gila), tidak akan mendapat bagian, kelaparan pada akhirnya, namun telah menjadi kehendak Allah, sebahagia-bahagianya orang lalai, akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada.
Itulah salah satu karya syair dari Ronggowarsito. Dalam berbagai analisis sejarah, syair itu sebagai ungkapan kekesalan Ronggowarsito terhadap pemerintahan Pakubuwana IX yang dipenuhi penjilat yang hanya memburu keuntungan pribadi tanpa peduli kepentingan rakyat. Syair itu juga dianggap sebagai tulisan kritis yang menyerang pemerintahan kolonial Belanda.
Analisis sejarah itu memang berdasar. Hal ini terlihat dari cerita sejarah bahwa hubungan Ronggowarsito dengan Sang Raja maupun dengan pemerintah kolonial Belanda kurang harmonis. Ronggowarsito dianggap sebagai jurnalis yang berbahaya lantaran tulisan-tulisan kritisnya. Tulisannya juga mampu membangkitkan semangat juang kaum pribumi. Tulisan-tulisan itu juga yang menyebabkan pujangga besar ini keluar dari jabatan redaksi Surat Kabar Bramartani di tahun 1870.
Ronggowarsito meninggal secara misterius pada 24 Desember 1873. Anehnya tanggal kematiannya tersebut justru terdapat dalam karya terakhirnya, yakni Serat Sabdajati. Secara tekstual dalam karya itu berbunyi "Amung kurang wolu ari kadulu, tamating pati patitis. Wus katon neng lobil makpul, antarane luhur, selaning tahun Jumakir, toluhu madyaning janggur. Sengara winduning pati, netepi ngumpul sakenggon." Artinya kurang lebih bahwa dirinya akan meninggal pada tanggal 5 Dulkaidah 1802 atau tanggal 24 Desember 1873 pada hari Rabu Pon.
Hal ini memunculkan sinyalemen bahwa Sang Pujangga meninggal lantaran dihukum mati, sehingga mengetahui secara persis hari kematiannya. Namun demikian, muncul pendapat lain dari pihak Keraton Surakarta yang berpendapat bahwa Ronggowarsito merupakan peramal ulung. Tak mengherankan jika dia dapat meramalkan secara detail hari kematiannya. Berbagai pendapat ini melingkupi misteri di balik kematian Sang Pujangga ini. Hingga sekarang, berbagai pendapat ini masih menyisakan perdebatan.
Namun di balik perdebatan itu, Makam Ronggowarsito masih tetap menarik perhatian peziarah. Juru kunci makam Nardiyono mengungkapkan peziarah datang dari berbagai daerah. Tak heran jika Pemerintah Kabupaten Klaten menempatkan Makam Ronggowarsito sebagai salah satu lokasi wisata religi.(yon/Berbagai Sumber)