ewuhaya ing
pambudi, melu ngedan nora tahan, yen tan melu anglakoni, boya keduman melik,
kaliren wekasanipun, ndidalah kersa Allah, begja-begjaning kang lali, luwih
begja kang eling klawan waspada
Syair itu
terpahat dalam prasasti yang ada di Makam Raden Ngabehi Ronggowarsito. Makam
bersejarah itu yang terletak Desa Palar, Kecamatan Trucuk, Kabupaten Klaten.
Jika diterjemahkan secara tematis syair itu bermakna menyaksikan zaman gila,
serba susah dalam bertindak, ikut gila tidak tahan, tapi kalau tidak mengikuti
(gila), tidak akan mendapat bagian, kelaparan pada akhirnya, namun telah
menjadi kehendak Allah, sebahagia-bahagianya orang lalai, akan lebih bahagia
orang yang tetap ingat dan waspada.
Itulah salah
satu karya syair dari Ronggowarsito. Dalam berbagai analisis sejarah, syair itu
sebagai ungkapan kekesalan Ronggowarsito terhadap pemerintahan Pakubuwana IX
yang dipenuhi penjilat yang hanya memburu keuntungan pribadi tanpa peduli
kepentingan rakyat. Syair itu juga dianggap sebagai tulisan kritis yang
menyerang pemerintahan kolonial Belanda.
Analisis
sejarah itu memang berdasar. Hal ini terlihat dari cerita sejarah bahwa
hubungan Ronggowarsito dengan Sang Raja maupun dengan pemerintah kolonial
Belanda kurang harmonis. Ronggowarsito dianggap sebagai jurnalis yang berbahaya
lantaran tulisan-tulisan kritisnya. Tulisannya juga mampu membangkitkan
semangat juang kaum pribumi. Tulisan-tulisan itu juga yang menyebabkan pujangga
besar ini keluar dari jabatan redaksi Surat Kabar Bramartani di tahun 1870.
Ronggowarsito
meninggal secara misterius pada 24 Desember 1873. Anehnya tanggal kematiannya
tersebut justru terdapat dalam karya terakhirnya, yakni Serat Sabdajati. Secara
tekstual dalam karya itu berbunyi "Amung kurang wolu ari kadulu, tamating
pati patitis. Wus katon neng lobil makpul, antarane luhur, selaning tahun
Jumakir, toluhu madyaning janggur. Sengara winduning pati, netepi ngumpul
sakenggon." Artinya kurang lebih bahwa dirinya akan meninggal pada tanggal
5 Dulkaidah 1802 atau tanggal 24 Desember 1873 pada hari Rabu Pon.

Namun di
balik perdebatan itu, Makam Ronggowarsito masih tetap menarik perhatian
peziarah. Juru kunci makam Nardiyono mengungkapkan peziarah datang dari
berbagai daerah. Tak heran jika Pemerintah Kabupaten Klaten menempatkan Makam
Ronggowarsito sebagai salah satu lokasi wisata religi.(yon/Berbagai Sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar